Selasa, 11 Mei 2010

STRATIFIKASI MASYARAKAT DALAM PEMILU

Analisis angka partisipasi pemilu
Oleh : Saepudin

KPU Kab. Tegal
Perubahan paradigma Pemilu melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 agaknya memebrikan kuwalitas di dalam proses demokratisasi. Akan tetapi di sisi lain juga memunculkan hambatan baru yakni pada tataran sikap apatis dan cuek terhadap masyarakat itu sendiri oleh karena Pemilu pasca reformasi diselenggarakan dalam waktu yang berhimpitan. Bahkan dalam satu tahun terkadang sampai melaksanakan pemilu sampai lima kali. Mulai dari pilkades, pemilu Bupati dan wakil bupati, pemilu gubernur, pemilu legislkatif, dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Gaerh partisipasi masyarakat dalam Pemilu akhir-akhir ini mengalami penurunan yang signifikan. Salah satu bukti adalah pada pelaksanaan pemilukada di beberapa Kabupaten/Kota, partisispasi pemilih hamper tidak ada yang mencapai 80% dari jumlah pemilih tetap, bahkan juga ada yang harus dua kali putaran. Kasus pemilukada di Kabupaten Kebumen adalah salah satu contoh dari 35 kabupaten/kota yang melaksanakan Pemilu kada ulang (putaran kedua) karena tidak ada pasangan yang memperoleh 30% dari pemilih tetap.
Ada bebrapa factor yang menebabkan menurunya angka partisipasi dalam pemilu, antara lain: Pertama, Masyarakat sudah mulai jenuh dalam mengikuti pemilu. Rasio ini biasanya ada pada strata masyarakat menengah baik dari sudut sosioekonomi maupun dalam kapasitas intelektual. Mereka adalah golongan yang serba tanggung namun seakan mengetahui atau dalam bahasa ektrimnya adalah “sok pinter”. Golongan ini secara psikologis agak sulit kompromis, bahkan terkadang menjadi “profokator” terhadap yang lainnya dalam melemahkan partisipasi pemilu.
Factor kedua, disebabkan oleh kondisi masyarakat yang terserah kepada figure. Artinya ketergantungan kepada siapa yang menjadi tokoh (figur) di wilayahnya maupun tokoh partainya, bahkan tokoh agama setempat. Rasio ini biasanya ada pada strata masyarakat tingkat bawah dari dimensi sosioekonomi maupun dari sudut intektualnya. Strata ini sesungguhnya potensi untuk diberdayakan secara maksimal dalam mendongkrak angka partisipasi pemilu.
Faktor ketiga, adalah disebabkan oleh banyaknya urban yang bersifat temporal kondisional. Artinya adalah masyarakat perantao tidak tetap. Angaka urban untuk wilayah tegal, Brebes, Banyumas, Kebumen, dan wilayah-wilayah sekitarnya termasuk daerah yang terbesar angka urbannya di Jawa Tengah. Strata ini yang sesungguhnaya menjadi panglima suksenya angaka partisipasi dalam pemilu. Dengan rasio jika masyarakat urban bias pulang semua untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilukada, maka kemungkinan besar angka partisipasi akan terdongkrak dan dapt memenuhi penentuan terpilihnya salah satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Factor keempat , adalah politik kepentingan. Factor ini biasanya ada pada elit politik atau strata masyarakat papan atas. Golongan ini tidak semuanya berada di atas secara alamiyah, namun juga ststus “papan atas” nya terkadang tumbuh secara premature. Semisal seseorang yang secara financial kuat tetapi lemah secara intelektual dapat menduduki posisi strategis dalam lembaga politik, sebagaimana fenomena “sebagian para anggota legislative yang saat ini duduk sebagai perwakilan rakyat”. Apabila politik sudah ditunggangi oleh kepentingan maka akan berimplikasi pada sisitem demokrasi yang tidak sehat. Terjadilah poitik uang (mony politik) demi tercapanya kepentingan pribadi dan golongan. Barangkali factor ini yang menjadikan masyarakat sedikit apatis bahkan terkesan cuaek terhadap penyelenggaraan pemilu.

1 komentar:

  1. marilah kita gugah kembali masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu dengan diawali citra penyelenggara yang netral, bersih. Meyakinkan masyarakat untuk turut serta berkiprah dalam pilkada memang sulit, namun dengan tekad dan semangat kuat penyelenggara (KPU dan Bawaslu) sangatlah penting. Salah satu hal yang barangkali dapat meyakinkan masyarakat adalah melalui sosilaisais dan penyuluhan tentang pemilu yang bersih tanpa money politik serta kebebasan memilih untuk calon dari partai maupun dari independen adalah hak asasi masyarakat, itu kira-kira...

    BalasHapus