Rabu, 19 Mei 2010

SENGKETA PEMILU BUKAN TENDENSIUS
Ekstra Kesiapan sebelum ke Mahkamah Konstitusi (MK)

KPU. Kab. Tegal
Pengalaman segketa Pemilu 2009 cukup menjadi pelajaran bagi peserta Pemilu dan masyarakat secara luas. Bagaimanapun juga konsekwensi dari perjalanan hukum tidak hanya menguras financial saja, akan tetapi juga menguras waktu, pikiran, kehormatan, pristese, dan lain sebagainya. Berapa banyak “pemohon” pada pemilu 2009 yang mengajukan gugatannya ke MK atas dugaan sengketa pemilu yang akhirnya harus menerima kekalahan atau tidak terkabulnya gugatan oleh MK. Begitu juga sebaliknya, bagi termohon “Penyelenggara Pemilu” lebih berhati-hati bagaimana agar tdak terjadi reaksi gugatan dari peserta Pemilu. Sesungguhnya sengketa pemilu dapat dijembatani melalui duduk bersama terlebih dahulu antara calon terpohon dengan pemohon untuk mencarai solusi terbaik dan sama-sama control diri (dengan tidak konspiratif), apakah sengketa tersebut layak dan kuat diangkat ke MK?
Secara psikopolitis kongkurensi peserta tidak dapat menerima secara spontan bila ada dalam posisi kalah. Emosional politik pasti sedikit banyaknya akan muncul pada saat mengalami kekalahan berkompetisi. Ketidak puasan dapat muncul dari calon sendiri, juga terkadang justru muncul dari para pendukungnya. Mereka lelah, peras keringat banting tulang untuk mensuskseskan jagonya sampai final dan mendapat kemenangan. Emosional pendukungnya yang justru terkadang menjadi boomerang pada diri calon atau peserta Pemilu. Maka jika menemukan dugaan kecurangan dalam proses Pemilu yang tidak substantif dijadikan alasan kuat untuk “mensengketakan” dan “menyatakan” bahwa Pemilu dinyatakan “tidak sah” atau “batal” demi hukum, kemudian diangkat ke MK. Atau terkadang justru ada tendensi pribadi antar calon, yang menyangkut track record. Apabila sengketa telah terkondisikan dengan tendensi pribadi dan tendensi politis akan berakibat fatal bagi calon penggugat.
Kasus keputusan MK yang dijatuhkan kepada “ Termohon” dari pasangan calon Wali Kota dan Wakil Walikota Semarang yang kalah, pada tanggal 18 Mei 2010 yang tidak dikabulkan gugatannya, bukan menjadi satu-satunya contoh proses gugatan di MK. Banyak juga gugatan-gugatan di MK dari daerah-daerah lain yang juga mengalami keputusan yang sama. Maka calon penggugat sebelum diangkat ke MK terlebih dahulu mengkaji dengan seksama kasus yang dijadikan gugatan, dan jauhilah dari tendensi pribadi maupun tendensi politik.

Ruwed nemen ngawa ndas bundas

Piben ora ruwed wong kang faoyi nembe mbaca peraturan siji urung rampung garo urung paham wis anjog maning peraturan liya sing pada bae pasale. kaya wingine dong pemilu 2009 le....nang UU nyontreng sapisan kok jebule metu maning aturan2 sing masalah nyontreng, wujud tanda nyontrenge bae pirang-pirang macam2 nganti ana 5, nyong nganti bundas ngole mikirna soale masyarakat pada takon, dongene piben sih kpu gole ngawa aturan pirang-pirang macem nenem. ya akhire jare kang faoyi wis pada takon aring KPU pusat manah lah sing seringe ngawe aturan sing berubah-ubah.

Senin, 17 Mei 2010

guyonan ala kang sutam

Deleng wira-wirine anggota dewan terhornat sing ganggo mobile "parejo eh...Pajero" kang suntam rada nglegle karo atine mbatin " donge gajine dewan pira sih bisane awake lemu-lemu klambine apik-apik karo nganggone mobil ". kalah penasaran nyong teka aring pakar poltik tur tokoh sing arane raswad nakokna perihal mau : nyong teka neng omahe " pak raswad lagi along-along neng lawang ngarep, nyong ora basa-basi langsung takon bae. Pak Raswad nyong patakon bisane anggota dewan wetenge gendut-gendut kenang apa sih pak...terus pak raswad jawab...kowen pingin ngerti tam...kae bisane wetenge dewan gendut-gendut anggere ora cacingen ya mangan barang haram, rika ditakoni temenen kak jawabe gluwean kiye nyong temenan takone. pak raswad akhiri jawab " kowen takon bae aring gusti Allah mana bari mmanjing karo gebrok lawan", saking enenke karo sutam. sutam luka bari ngedumel.
PEMILIHAN UMUM
Milih sungkan…. Ora milih bleh kepenak

Kang Wata kwe golongane wong sing sregep merhatikena perkembangane politik kususe ning Slawi. Wonge tah ora mercayani, angger dideleng anggo-anggone be sadawane urip ora pernah ngaggo klambi ataw celana sing regane sket ewu menuduwur, rambute ya ora pernah mambu minyak, apamaning nganggo minyak wangi (parfum). Kang Wata lamon dideleng pendidikane ya mung-mungan, deweke kur lulusan SD. Jare kanca-kanca sa letinge, si Wata sabenere pinter, tapi pan keprimen maning, wong go mangan bae terkadang angel, dadi ora bisa nerusena sekolah kaya batir-batire.
Dasare bocah uteke rada cerdas, deweke melu garo wong pinter sing gaweane ning perpolitikan. Taun-taunan deweke melu karo wong pinter mau, sampe ngerti apa sing hubungane karo politik. Ngomonge be kadang-kadang sok kaya politikus kelas berat. Ya kwe mau, kranane ora due dasar pendidikan sing lumayan, deweke mung pinter satitik tapi sok pinter, malah terkadang gayane kaya ya-yaha. Inpormasi apa bae sing ning Kabupaten Tegal herane ngerti kabeh, kayane dong bose lagi krisisk-krisik garo solmete si Wata kayonge nguping. Lah wong perkara sing sabenere rahasia nemen be si Wata ngerti.
Sijineng dina si Wata ditakoni daning pak Markum sing saiki lagi njagong ning kursi empuk Dewan, tegese anggota DPR. Takone kaya kiye “ Ta… pendapate kowen dong rame-rame ana Pemilu piben?” si Wata rada kaget, ning jero atine karo mbatin, bisane anggota dewan terhormat takon masalah Pemilu ninmg aku? Apa nyong dianggap wong hebat ya….?. krana wateke si wata sok pinter, deweke njawabi,malah sok-sokan nganggo bahasa popiler. Jawabe si Wata kaya kiye” pak Dewan…saya ini mengamati dan juga pernah ikut pemilu selama kurang lebih 12 (dua belas) kali, agaknya belum menemukan hasil pemilu yang sesuai dengan konsep demikrasi yang ada di negeri tercinta ini. Bagaimana demokratisasi akan terwujud dengan baik, jika demokrasi hanya cukup dibeli dengan Rp. 5000 s/d Rp.20000..? jawab si Wata garo tangane malangkerik. Apa kwe sing diarani many politik ya… jare si Wata. Angger kaya kwe tah sing penting saiki golet duit bae se karung, kaya aku sing ibarate jongos be bias dadi dewan. Tapi si Wata mbatin nimpali omongane dewek. Negara pan maju piiiben… wong awale be wis nganggo duit, mengko dong wins ning dewan kaya aku pikirane pibe bias modale balik, durung utange sing ning bank, lan liya-liyane. Ya begitu jawabane aku sing penting DPR aja dadi ajang kanggo nggolet kerjaan.
Terus pak. Markum takon maning… “ pemilu rong ewu sanga kowen milih apa ora Ta…?” bisane takone kaya kuwe pak? Jarene Pemilu ber-asas-kan langsung,umum, bebas, rahasia, jurur dan adil? Angger takon milih apa ora karo nyong berarti ora rahasia o ya…? Jawabe si Wata. “Kye tah mumpung wis lubaran ikihan…” dijawab maning karo pak Darkum. “Sabenere aku sungkan milih, tapi ora kepenak garo wong sing pernah nei duit garo akau. Jawabe si Wata garo ngekek…” Bisane sungkan milih Ta…? Ora sungkan piben, wong dong kampanye janjine muluk-muluk, tapi dong wis dadi akeh sing ora di tepati. Contone lurung sing ning wetan umahe nyong tutug mbelet, benyek ora diaspal-aspal. Ya wis lah, kakehan ngritik mbokan diarani wong ala… wis ya pak akau lagi ditunggu bojo pan kulakan bodin go napkahi keluarga, ader kaya sampean sing gari nuding be olih duit, jawab si Wata garo ngcingkag…… he…he…..

Selasa, 11 Mei 2010

STRATIFIKASI MASYARAKAT DALAM PEMILU

Analisis angka partisipasi pemilu
Oleh : Saepudin

KPU Kab. Tegal
Perubahan paradigma Pemilu melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 agaknya memebrikan kuwalitas di dalam proses demokratisasi. Akan tetapi di sisi lain juga memunculkan hambatan baru yakni pada tataran sikap apatis dan cuek terhadap masyarakat itu sendiri oleh karena Pemilu pasca reformasi diselenggarakan dalam waktu yang berhimpitan. Bahkan dalam satu tahun terkadang sampai melaksanakan pemilu sampai lima kali. Mulai dari pilkades, pemilu Bupati dan wakil bupati, pemilu gubernur, pemilu legislkatif, dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Gaerh partisipasi masyarakat dalam Pemilu akhir-akhir ini mengalami penurunan yang signifikan. Salah satu bukti adalah pada pelaksanaan pemilukada di beberapa Kabupaten/Kota, partisispasi pemilih hamper tidak ada yang mencapai 80% dari jumlah pemilih tetap, bahkan juga ada yang harus dua kali putaran. Kasus pemilukada di Kabupaten Kebumen adalah salah satu contoh dari 35 kabupaten/kota yang melaksanakan Pemilu kada ulang (putaran kedua) karena tidak ada pasangan yang memperoleh 30% dari pemilih tetap.
Ada bebrapa factor yang menebabkan menurunya angka partisipasi dalam pemilu, antara lain: Pertama, Masyarakat sudah mulai jenuh dalam mengikuti pemilu. Rasio ini biasanya ada pada strata masyarakat menengah baik dari sudut sosioekonomi maupun dalam kapasitas intelektual. Mereka adalah golongan yang serba tanggung namun seakan mengetahui atau dalam bahasa ektrimnya adalah “sok pinter”. Golongan ini secara psikologis agak sulit kompromis, bahkan terkadang menjadi “profokator” terhadap yang lainnya dalam melemahkan partisipasi pemilu.
Factor kedua, disebabkan oleh kondisi masyarakat yang terserah kepada figure. Artinya ketergantungan kepada siapa yang menjadi tokoh (figur) di wilayahnya maupun tokoh partainya, bahkan tokoh agama setempat. Rasio ini biasanya ada pada strata masyarakat tingkat bawah dari dimensi sosioekonomi maupun dari sudut intektualnya. Strata ini sesungguhnya potensi untuk diberdayakan secara maksimal dalam mendongkrak angka partisipasi pemilu.
Faktor ketiga, adalah disebabkan oleh banyaknya urban yang bersifat temporal kondisional. Artinya adalah masyarakat perantao tidak tetap. Angaka urban untuk wilayah tegal, Brebes, Banyumas, Kebumen, dan wilayah-wilayah sekitarnya termasuk daerah yang terbesar angka urbannya di Jawa Tengah. Strata ini yang sesungguhnaya menjadi panglima suksenya angaka partisipasi dalam pemilu. Dengan rasio jika masyarakat urban bias pulang semua untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilukada, maka kemungkinan besar angka partisipasi akan terdongkrak dan dapt memenuhi penentuan terpilihnya salah satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Factor keempat , adalah politik kepentingan. Factor ini biasanya ada pada elit politik atau strata masyarakat papan atas. Golongan ini tidak semuanya berada di atas secara alamiyah, namun juga ststus “papan atas” nya terkadang tumbuh secara premature. Semisal seseorang yang secara financial kuat tetapi lemah secara intelektual dapat menduduki posisi strategis dalam lembaga politik, sebagaimana fenomena “sebagian para anggota legislative yang saat ini duduk sebagai perwakilan rakyat”. Apabila politik sudah ditunggangi oleh kepentingan maka akan berimplikasi pada sisitem demokrasi yang tidak sehat. Terjadilah poitik uang (mony politik) demi tercapanya kepentingan pribadi dan golongan. Barangkali factor ini yang menjadikan masyarakat sedikit apatis bahkan terkesan cuaek terhadap penyelenggaraan pemilu.

5 ANGGOTA KPU MANADO TERANCAM DIBERHENTIKAN

Oleh : Akhmad Fauzi

Keputusan pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) Manado, menetapkan Pemilihan Walikota (Pilwakot) Manado akan digelar pada 29 September 2010. Artinya KPU Manado tidak akan mengikuti Pemilukada serentak dengan KPU Sulut dan kabupaten/kota lainnya pada 3 Agustus 2010. Di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 5 (lima) daerah yang sedianya akan menyelenggarakan pemilu kada secara serentak dengan pemilu kada Provinsi Sulut, kelima daerah tersebut antara lain;Minsel, Minut, Boltim, Bolsel dan Tomohon. Untuk efisiensi anggaran KPU Sulut meminta agar KPU Manado menyesuaiakan dengan jadwal pilwakot provinsi sulut. Namun berdasarkan hasil pleno, KPU Manado tetap bersikukuh akan menyelenggarakan pemilu kada sesuai dengan tahapan, jadwal, dan program pemilu kada yang telah disusun. Atas keputusan tersebut, KPU Manado dianggap telah melanggar kode etik, dan jika terbukti terdapat pelanggaran kode etik, kelima anggota KPU Manado terancam diberhentikan. Namun dukungan moral terhadap keputusan KPU Manado yang tetap akan menggelar pilwakot pada tanggal 29 September 2010. Dukungan mengalir dari beberapa komponen masyarakat, salah satunya dari DPRD Manado, dan Royke Mandey, Mantan Ketua Panwaslu Minsel, yang berpandangan jika Pemilukada Sulut bersama 5 kabupaten/ kota lainnya, seperti Minsel, Minut, Boltim, Bolsel dan Tomohon kalau tetap dipaksakan pelaksanaannya pada 3 Agustus 2010, maka itu sama halnya dengan korupsi, karena keputusan itu tak sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.

Penegasan tentang penyelenggaraan pilwakot Manado tanggal 29 September 2010 diutarakan langsung oleh Ketua KPU Manado, Dolfie Angkouw. Kata dia, ada beberapa pertimbangan mengapa Kota Manado tetap menggelar Pemilukada pada 29 September 2010.

"Pertama, waktu pelaksanaan pada 29 September telah disetujui DPRD Manado. Kedua, bila waktu pelaksanaan didekresi ke bawah dan mengikuti alur yang ditetapkan KPU Pusat, tahapan pendaftaran para calon telah ditutup. Jadi kecil kemungkinan, bahkan tak ada, bagi Manado melaksanakan Pemilukada serempak dengan wilayah lainnya,"ujar Dolfie.

Dolfie juga mengakui, supervisi yang dilakukan KPU Sulut ke KPU Manado beberapa waktu lalu, terkait penyamaan persepsi soal waktu pelaksanaan Pemilukada, menemui jalan buntu. Pihaknya, lanjut Dolfie, bersikukuh pelaksanaan Pemilukada tak bisa diundur. Sebelumnya, beberapa kalangan menilai, pelaksanaan Pemilukada secara serempak 3 Agustus mendatang justru melanggar ketentuan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut, telah dengan sengaja melanggar ketentuan dan perundang-undangan karena mengabaikan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 dan Peraturan KPU Nomor 62 Tahun 2009 sebagai pedoman penyusunan tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilukada. Menurut pandangan saya, wacana memberhentikan kelima anggota KPU Manado sangatlah berlebihan. Sebab yang dilakukan oleh teman-teman anggota KPU Manado sudah sesuai dengan aturan. Dimana dalam pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 disebutkan bahwa, tugas dan wewenang KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi; merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah kebupaten/kota. Jadi, keputusan KPU Manado untuk tetap bersikukuh dengan jadwal penyelenggaraan pilwakot yang telah disusun adalah sebagai bentuk ketaatan terhadap perundang-undangan. Bagaimana mungkin lembaga pemilu yang telah mentaati peraturan perundang-undangan justru terancam akan "diseret" dihadapan dewan kehormatan? Maju terus pantang mundur KPU Manado! Sungguh terlalu ...

Senin, 10 Mei 2010

MENANTI PEMBENTUKAN PENGADILAN PEMILU

Oleh : Akhmad Fauzi

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bab XX tentang penyelesaian pelanggaran pemilu dan perselisihan hasil pemilu, pada pasal 247 ayat (1) disebutkan, Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, pengawas pemilu lapangan dan pengawas pemilu luar negeri menerima kaporan pelanggaran pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Sedangkan siapa yang dapat bertindak sebagai pelapor dalam kasus pelanggaran pemilu, lebih lanjut pada ayat (2)disebutkan, yang dapat menjadi pelapor antara lain; warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu atau peserta pemilu. Namun demikian, dari beberapa dugaan pelaggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu, belum bisa ditangani secara maksimal oleh lembaga peradilan. Hal ini disebabkan kasus pelanggaran pemilu masih ditangani oleh peradilan umum. Mestinya pelanggaran pemilu langsung ditangi oleh sebuah lembaga peradilan khusus yang ditangani oleh jaksa dan hakim yang paham betul tentang kepemiluan. Untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas, mestinya ada tindak lanjut dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Tindak lanjut yang tidak akan melukai rasa keadilan publik. Bahwa siapapun peserta pemilu yang jelas-jelas melakukan pelanggaran, maka harus mendapat sanksi yang setimpal dengan perbuatannya. Secara psikologis, publik akan merasa kecewa manakala terdapat pelanggaran yang ujung-ujungnya dipetieskan atau dikompromikan. Produk pemilu menjadi hambar. Tidak memiliki kekuatan emosional. Untuk itu sudah saatnya Jaksa Agung membuat lembaga baru, yaitu mendirikan lembaga peradilan khusus yang menangani tindak pidana pemilu. Bukan lembaga ad hoc, tetapi bersifat tetap, dan nasional. Lembaga tersebut secara hierarkis sampai tingkat kabupaten/kota. Dengan adanya lembaga baru tersebut, diharapkan pelanggaran pemilu dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Jika lembaga ini terbentuk pada akhirnya akan mempercepat bangsa ini menjadi negara demokrasi terbesar didunia. Semoga ...

Minggu, 09 Mei 2010

DOMINASI POLITIK UANG

Oleh: Akhmad Fauzi
Adanya laporan dari masyarakat tentang dugaan adanya politik uang yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang mengatasnamakan bakal calon pasangan pilwakot tertentu dalam penyelenggaraan pilwakot pekalongan setidaknya memberi gambaran jelas kepada publik, bahwa agaknya politik transaksional masih cukup mendominasi perilaku sebagian besar masyarakat. Kekecewaan publik terhadap kinerja kepala daerah, maupun anggota DPRD setidaknya menjadi satu alasan. Dukungan politik yang dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap calon kepala daerah atau calon anggota DPRD tidak diimbangi dengan kerja keras untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Justru sebaliknya, beberapa kasus pidana yang dilakukan oleh kepala daerah maupun anggota DPRD sangat melukai nurani masyarakat secara keseluruhan. Mereka tidak bertindak dan berbuat untuk dan atas nama mayarakat, namun sebaliknya berbuat untuk dan atas nama kelompok serta kepentingan dirinya sendiri. Maka sepanjang para pejabat publik tidak merubah perilakunya, politik transaksional akan terus menghiasi wajah perpolitikan di Indonesia. Baik politik lokal maupun politik nasional.Meskipun pelaku politik uang dapat dijerat dengan undang-undang Pemilu, namun pelaksanaan undang-undang yang cukup lemah, serta adanya celah dari aturab tersebut, menjadikan pelaku dapat lolos dari jeratan hukum.

BERBAGAI PERSOALAN DALAM PEMILU KADA

Oleh : Akhmad Fauzi

Penyelenggaraan Pemilu Kada diberbagi daerah baru saja digelar. Masih terdapat beberapa kekurangan disetiap tahapan. Salah satunya adalah persoalan daftar pemilih. Persoalan klasik yang muncul sekitar Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih saja belum dapat terselesaikan dengan baik. Munculnya nama-nama pemilih yang tidak memenuhi syarat dalam daftar pemilih tetap, kerapkali menghiasi berita di media. Akurasi pemutakhiran data pemilih adalah menjadi kunci jawaban untuk dapat keluar dari kubangan permasalahan yang sama. Melibatkan personel PPDP dari unsur RT/RW, adanya rapat pleno rekapitulasi daftar pemilih tetap dengan menghadirkan semua unsur adalah salah satu jalan keluar dari persoalan DPT. Sedangkan untuk memaksimalkan pendataan pemilih yang belum tercantum dalam DPT, maka pelibatan para tokoh masyarakat dan tokoh agama dengan mengumumkan pendataan pemilih melalui tempat ibadah dapat dijadikan model publikasi tentang pendaftaran pemilih.Kemudian pada tahapan kampanye masih banyak terjadi kampanye hitam dengan cara mendiskreditkan pasangan calon lain. Penegakan aturan dapat dilakukan apabila terdapat peran serta dari semua pihak. Masyarakat memiliki peran yang cukup besar, sebab obyek dari pemilukada adalah masyarakat. Maka, menjadi penting pendidikan politik bagi masyarakat. Bahwa penyelenggaraan pemilu kada yang berkualitas diharapkan akan berbanding lurus dengan produk pemilu kada yaitu terpilihnya pasangan calon kepala daerah yang memiliki legalitas dari aspek hukum serta memiliki integritas. Proses demokratisasi berupa Pemilu kada Semuanya akan terpulang pada kepentingan masyarakat, kelak pasangan calon terpilih yang akan memimpin daerah yang bersangkutan. Maju mundurnya suatu daerah berawal dari berkualitas atau tidaknya proses pemilu kada. Jika pemilu kada disuatu daerah sarat dengan permasalahan, maka pasangan kepala daerah terpilih energinya akan habis hanya untuk menyelesaikan sisa permasalahan dalam pemilu kada. Pada akhirnya masyarakat yang akan dirugikan. Padahal, setiap rupiah yang dikeluarkan dalam anggaran pemilu kada bersumber dari APBD. Artinya, uang rakyat sedang dipertaruhkan dalam pesta demokrasi lokal. Pertanyaannya, apakah uang rakyat yang "diagunkan" dalam pemilu kada tersebut dapat mewujudkan "mimpi" rakyat dengan mendapatkan sosok pemimpin daerah yang mampu mensejahterakan daerahnya? Jangan kecewakan rakyat yang telah berpartispasi dalam proses demokrasi. Mari kita tingkatkan kapasitas komisioner dalam penyelenggaraan pemilu, rakyat menanti kerja KPU sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Salam ....

Minggu, 25 April 2010

MEMPERKETAT “SELEKSI ALAM” PARTAI POLITIK

oleh : Akhmad Fauzi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa parrtai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, syarat pembentukan partai politik dinilai relatif mudah. Jika dibandingakan dengan tujuan mulia dan luhur dibalik pendirian sebuah partai politik.
Beberapa syarat pendirian partai politik antara lain, didirikan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) warga Negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun, menyertakan 30% (tiga pulu perseratus) keterwakilan perempuan dalam struktur kepengurusan, akta notaries harus memuat AD dan ART serta kepengurusan partai politik tingkat pusat. Syarat pendirian parpol yang dianggap cukup mudah dapat memicu tumbuh suburnya partai politik seperti jamur dimusim hujan. Sehingga berimplikasi terhadap proses penyelenggaraan yang kurang berkualitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, banyaknya peserta pemilu. Karena banyanya peserta pemilu mengakibatkan surat suara membutuhkan kertas yang lebar, waktu pencetakan yang lama hal ini jelas berdampak terhadap anggaran yang membengkak. Kedua, peserta pemilu yang terlalu banyak sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan saat melakukan kampnye.
Satu lagi celah regulasi yang menyebabkan banyaknya parpol adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam pasal 202 disebutkan, Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Jika bangsa ini menginginkan keberadaan parpol yang berkualitas, sudah barang tentu perangkat aturan tentang pembentukan partai politik, serta penentuan ambang batas harus sesegera mungkin untuk dirubah, agar seleksi alam benar-benar dapat melahirkan partai politik yang memiliki semangat juang untuk terus-menerus berpihak kepada kepentingan rakyat.

Slawi, 26 April 2010

Mahalkah sebuah harga demokrasi?

Penulis : Sri Anjarwati

Ada sebuah anggapan atau pendapat bahwa demokrasi itu menjadi harga mati guna mencapai kesejahteraan rakyat. Apakah itu benar ?
Demokrasi dapat dianggap sebagai sebuah harapan dan masa depan cerah karena demokrasi tidak salah tapi mungkin penerapannya yang salah.
Ada banyak hal yang kita bisa baca saat ini sebagai ironi dari demokrasi. Salah satu bahwa ternyata harga demokrasi itu sangat mahal yaitu membutuhkan banyak pengorbanan. Menurut Woodrow Wilson. ” Demokrasi merupakan bentuk Pemerintahan yang sulit ”.
Beberapa bentuk pengorbanan untuk demokrasi antara lain :
1) Pengorbanan Harta
Pada Pemilu 2009 Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) mengajukan anggaran sebesar Rp. 47 – 9 triliun. Dimana jumlah anggaran tersebut hampir mendekati anggaran pendidikan 20% dari APBN. Biaya Pemilu 2009 lebih besar dibandingkan dengan anggaran Pemilu 2004 sebesar 3,7 triliun. Selain itu biaya untuk iklan sebagai pengenalan tokoh tersebut. Sebagai gambaran rata – rata biaya iklan televisi untuk 1 ( satu ) slotnya adalah 100 juta. Itu artinya jika dalam 1 ( satu ) hari iklan seorang tokoh muncul 5 ( lima ) kali di stasiun TV, maka biayanya 500 juta. Itu baru 1 ( satu ) stasiun TV. Bagaimana jika di 4 ( empat ) stasiun TV..?? Belum lagi iklan di Surat Kabar dan Radio. Jika di lihat dari post anggaran untuk penyelenggara pemilu dari semua tingkatan kami menglihat bahwa anggaran tersebut banyak digunakan untuk untuk belanja publik dari pada belanja honorarium.
2) Pengorbanan Waktu
Penyelenggara pemilu membutuhkan waktu 8 bulan untuk semua tahapan dalam pemilu, dari waktu yang sudah disediakan itu penyelenggara pemilu harus berusaha semaksimal mungkin agar semua tahapan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu Waktu untuk persiapan Pemilu dan Kampanye yang begitu lama jelas membuat Pemerintahan terganggu. Waktu 5 tahun yang seharusnya digunakan untuk menjalankan Pemerintahan dan melayani rakyat, justru terkuras untuk menangani Pemilu mendatang. Indonesia mencetak rekor sebagai negara yang paling menyelenggarakan demokrasi procedural. Faktanya jika di hitung sejak reformasi indonesia sudah menyelenggarakan 3 (tiga ) kali pemilu. (kompas 24/6/2008)


3. Pengorbanan tenaga
Yang perlu diperhatikan adalah tenaga yang harus dikorbankan oleh rakyat. Tenaga mereka dibutuhkan untuk menjadi tim sukses, tim kampanye, dalam lingkup yang lebih substansial, demokrasi telah mengorbankan tenaga rakyat untuk kepentingan-kepentingan perusahaan dan pemilik modal.
4. Pengorbanan perasaan
Perasaan rakyat dalam sistem demokrasi seringkali tersakiti baik itu sengaja atau tidak. Mereka selalu diberi harapan dan janji-jani oleh penguasa, para kapitalis dan pemburu kekuasaan, tetapi sering di ingkari.

Semoga dari sedikit uraian ini menjadi bahan renungan dan instropeksi bagi diri kita.

Bimtek Tata kelola keuangan Pemilukada Bagi 17 Kab/Kota tahun 2011 s/d 2013

Penulis:
Sri Anjarwati
Divisi Keuangan dan Personil

Bimtek Tata Kelola Keuangan Pemilukada
Dilaksanakan

Hari : Selasa
Tanggal : 20-4-2010
Tempat : KPU Prov.Jawa Tengah
Nasasumber : 1. Ketua KPU Prov.Jateng
2. Bagian Logistik & Keuangan
Sekertariat KPU Prov.Jateng
3. BPKP Wil. Jawa Tengah
Peserta : 1. 17 Anggota KPU Kab/Kota Divisi
Logistik & Keuangan
2. 17 Sekertaris KPU Kab/Kota


Alasan diadakannya Bimtek
1.Pada saat KPU Kab/Kota akan
mengadakan Pemilu Kada maka KPU akan mendapat Dana Hibah dari PEMDA setempat
sehingga dari DANA hibah yg diberikan diharapkan dpt dibuat Laporan
Pertanggungjawaban yg akan di sampaikan ke BPK.

2.Untuk memberikan pemahaman kepada KPU Kab/Kota tentang penyusunan Laporan sesuai
aturan yg berlaku dan mengantisipasi keterlambatan penyusunan laporan.

ANGGARAN BELANJA PEMILUKADA KAB./KOTA
Dasar Hukum :

1.PERMENDAGRI No. 44 Tahun 2007 ttg Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilu Kepala Daerah dan Wakil & Kepala Daerah Sebagaimana diubah dengan PERMENDAGRI No. 57 Tahun 2009.


PERMASALAHAN ANGGARAN BELANJA PEMILUKADA

 Pemda tidak membentuk dana cadangan;
 Keterbatasan Anggaran;
 Pengesahan Anggaran tdk tepat waktu, mengganggu pencairan.

Aspek Kesuksesan Pemilukada

1. Kepastian Hukum & Regulasi
2. Sosialisasi
3. Kepastian Anggaran & Memaksiamalkan Kepada Peserta Pemilih.

Azas Pengguanaan Anggaran Pemilukada
1. Tepat Mutu
2. Tepat Waktu
3. Efektif
4. Efisien
5. Kepatutan

Komponen Belanja Pemilukada
 Honorarium ;
 Uang lembur ;
 Barang dan Jasa

Sesuai dengan Permendagri No.57 tahun 2009 Pasal 4
Honorarium Ketua dan Anggota KPU Kab/Kota diberikan sepanjang tidak duplikasi dengan uang kehormatan berdasarkan peraturan KPU


Komponen Perencanaan Belanja Pemilukada
 Asumsi Jumlah Pemilih
 Perkiraan Jumlah TPS
 Jumlah Personil Penyelenggara
 Tahapan Pemilukada (Persiapan dan Pelaksanaan)
 Daerah Terpencil
 Dinamika regulasi yang berimplikasi pada biaya (verifikasi paslon
perseorangan,debat paslon, pemeriksaan kesehatan, kebijakan sosialisasi,
jasa audit dana kampanye)
Standarisasi Honorarium,Biaya dan Satuan Harga
1. Ditetapkan dengan Keputusan / Peraturan Kepala Daerah

2. Sesuai Biaya / Harga Yang Berlaku Didaerah

3. Apabila tidak masuk dalam Standarisasi Kepala Daerah,segera diusulkan
ke Pemda / Tim Standarisasi Daerah


Pertanggungjawaban
 KPU K/K bertanggungjawab secara fisik dan keuangan terhadap belanja hibah
Pilkada K/K;
 Pertanggungjawaban belanja hibah disampaikan kepada Pemda setelah mendapat
pengesahan Ketua KPU K/K paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
tahapan Pilkada;
 Pemeriksaan atas pertanggungjawaban hibah Pilkada oleh BPK;
 Setelah menerima lap. Hasil audit BPK wajib mempublikasikan kpd masy melalui
media massa.

Komponen Belanja Putaran II
 Honorarium Penyelenggara
 Sosialisasi
 Kampanye
 Pengadaan Barang dan Jasa (Surat suara,formulir, stiker, segel, amplop, spidol)
 Distribusi logistik
 Advokasi hukum

Tugas KPU Kab/Kota

 Bagi KPU Kab/Kota Pemilukada Tahun 2012 dan 2013 berkoordinasi dengan Pemda untuk
menyediakan dana cadangan;
 KPU Kab/Kota agar menyusun perencanaan anggaran secara cermat dengan
memperhatikan asas kepatutan, tepat guna, efisien dan efektif;
 Menyusun pedoman teknis dan melaksanakan bimtek tata kelola belanja Pemilukada
kepada jajaran penyelenggara;
 Dalam hal Pemda mengalami keterbatasan anggaran perhatikan komponen belanja yang
bersifat mutlak, misalnya jumlah TPS, biaya verifikasi, pemutakhiran data
pemilih, logistik, dll;
 Strategi komunikasi publik tentang belanja pemilukada (persentase belanja rutin
dan belanja publik.

Kamis, 22 April 2010

PERSARATAN CACAT MORAL DAN BERPENGGALAMAN DALAM BIROKRASI UNTUK CALON KEPALA DAERAH Sebuah Komentar Oleh : Saepudin, MA

KPU Kab. Tegal
Baru-baru ini muncul perdebatan hangat di kalangan eksekutif, legislative bahkan juga para pengamat politik tentang perlu atau tidaknya persyaratan Cacat Moral untuk calon pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah di dalam Pemilu Kada. Bahwa di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah terdapat klausul yang mengatakan bahwa salah satu syarat calonKpela daerah adalah “Tidak melakukan perbuatan tercela” atau cacat moral. Juga disebutkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2009 sebagai revisi atas UU Nomor 32 tahun 2004.
Ternyata persoalan ini mendapatkan tanggapan yang cukup serius oleh beberapa kalangan. Isu yang terkini bahwa persyaratan Cacat moral bagi calon kepala daerah akan dihapus dengan menggunakan revisi UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Sebahian lagi mempertahankan untuk dituangakan dalam perundangan.
Menurut penulis bahwa moralitas tinggi adalah bagian yang mesti dipunyai oleh pemimpin dalam sebuah Negara. Bagaimanapun juga ketika moralitas pemimpin ada dalam posisi di bawah derajat hewan, maka akan berimplikasi terhadap produk kebijakan yang ditetapkannya. Tentunya Negara tercinta ini yang berbasis agamis dan mistis tidak mau alfa dari dimensi nilai, tidak mungkin bersikap value Free jika tidak mau dikatakan Negara sekuler. Maka nilai-nilai susila dan transenden musti ada kepribadaian bangsa kita.
Maka apabila clausul tentang “catat moral” bagi calon kpeala daerah akan dipertahankan di dalam perundangan Pemilu Kada, yang perlu ditajamkan kembali adalah batasan-batasan cacat moral itu sendiri. Apakah yang disebut cacat moral juga diterapkan kepada pelaku moral kelas ringan seperti pernah “mencaci orang”. Manusia tidak akan lepas dari kealfaan dan kesalahan walaupun sedikit, atau apanyang kerap disebut dengan istilan “manusiawi. Akan tetapi batasan “cacat moral dalam kontek Pemili Kada harus ada batasan yang kongkrit. Misalnya bahwa calon yang pernah atau sedang terkena kasus hokum dengan delik tuitututan 15 tahun penjara tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Isu lain yang juga mengundang kontroversi adalah sebagaimana disamapaikan oleg Gamawan Fauzi (Mendagri), bahwa syarat calon kepala daerah adalah “seseorang yang pernah berpengalaman di pemerintahan”. Jika ditilik secara proporsional memang sangat representative untuk lajunya proses good govermrnt dan Good Governent, dalam menciptakan pemerintahan yang berwibawa dan tata kerja pemerintahan yang baik. Akan tetapi bila dilihat dari sudut konstitusi, makan berkesan menghilangkan ruang pluang bagi masyarakat umum dan para politisi untuk menuju kearah pencalonan. Wajar jika salah satu badan riset, lingkar Madani berkomentar agar keras, (Kompas Kamis 22 April 2010.)
Dalam hal ini penulis akan mengusulkan kepada para pembuat kebijakan, agar meninjau terminology “Berpengalaman di bidang Pemerintahan” apakan yang dimaksud pemerintahan adalah unsure eksekutif pemerintahan yang banyak dikenal masyarakat, ataukan ada interpretasi laian tentang “eksekutif”? Kereta aja kelas eksekutifnya beda-beda kok…..

=========================================================================================

Minggu, 18 April 2010

SOSIALISASI DAN SEMINAR SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh : Akhmad Fauzi

Hari, tanggal : Selasa, 6 April 2010
Tempat : Kantor Bappeda Lt. II Kab. Tegal
Pembicara : 1. Kepala BPS Kab. Tegal (Wili)
2. Prof.Dr. Trijaka Kartana, M.Si (Rektor UPS Tegal)
3. Ir. Suharmanto (Kepala Bappeda)
Peserta Seminar : Camat, tokoh masyarakat, ormas, OKP, KPU, Kepala Dinas
Jumlah Peserta : 80 orang.
Tema : Sensus Penduduk dan Pembangunan Daerah


Kepala BPS Kab. Tegal (Wili)

Sensus penduduk 2010 (SP2010)
Undang-undang nomor 16 Tahun 1997 tentang statistic, mengamanatkan kepada BPS untuk melaksanakan sensus penduduk, sensusu pertanian, dan sensus ekonomi. Diantara dua sensus juga dilaksankan berbagai Bentuk survey seperti, antara laian; Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei Pertanian, Survei Perikanan, Peternakan, Survei Perdagangan, Jasa, Pertambangan, Survei Air Minum, dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SuSeNas). Sensusu Penduduk 2010 akan dilaksanakan pada bulan Mei 2010 (1-31 Mei 2010).

Substansi, Urgensi, dan manfaat SP2010

•Konsep penduduk menggunakan pendekatan de facto dalam arti bahwa penduduk suatu wilayah didefinisikan sebagai orang yang secara factual biasa tinggal di wilayah itu.
•Pencatatan penduduk dilakukan secara aktif, yaitu petugas pendata mendatangi penduduk dari rumah ke rumah (door to door).

Urgensi SP2010 antara lain :
Tidak tergantikan dengan kegiatan statristik lainnya
•SP2010 dilakukan untuk menuju perencanaan pembangunan manusia yang realistis, terukur, terarah, cerdas, dan berkesinambungan.
•SP2010 memberikan gambaran kehidupan terkait besaran dan dinamika penduduk serta kemajemukan bangsa.
•Memotret masyarakat Indonesia secara utuh.
•SP2010 mendata seluruh penduduk Indonesia tanpa terkecuali
•SP2010 memotret dinamika dan mobilitas penduduk Indonesia
•SP2010 memotret kemajemukan masyarakat Indonesia

Manfaat SP2010 antara lain :
•SP2010 menghasilkan data yang digunakan untuk mendukung perencanaan dan evaluasi pembangunan yang berkualitas.
•SP2010 menghasilkan data kependudukan yang komprehensif dan menyeluruh.
•SP2010 menghasilkan data yang diperlukan sebagai titik tolak untuk menetapkan target pembangunan selanjutnya.

Prof.Dr. Trijaka Kartana, M.Si (Rektor UPS Tegal)
1.Sensus penduduk dapat memberikan informasi kepada pembuat kebijakan dalam rangka membuat perencanaan pembangunan.
2.Sensus penduduk yang akurat dapat memberikan referensi tentang skala perioritas pembangunan.
3.Kesalahan kebijakan pembangunan dapat ditimbulkan oleh ketidakakuratan data sensus penduduk.

Ir. Suharmanto (Kepala Bappeda)
Perencanaan
Proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya.

Pembangunan Daerah
Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.

Perencanaan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, meliputi ;
•Penyelenggaraan pemerintahan daerah;
•Organisasi dan tata laksana pemerintah daerah;
•Kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;
•Keuangan daerah;
•Potensi sumber daya daerah;
•Produk hukum daerah;
•Kependudukan;
•Informasi dasar kewilayahan; dan
•Informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pertanyaan dari KPU Kab. Tegal
1. KPU Kab/kota selaku pengguna akhir data kependudukan yang dimutakhirkan sebagai data pemilih mengalami kesulitan, sebab banyak data kependudukan yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIM), maupun by addres yang tidak jelas.
2. Terkait anggaran pemilukada tahun 2013 di kabupaten Tegal, mohon agar pemda melakukan saving anggaran, untuk 3 kali tahun anggaran, sehingga pada saat pelaksanaan pemilukada, pemda tidak akan mengalami kesulitan dalam pencukupan anggaran dimaksud.

Jawaban :

1.Willy (Kepala BPS)
BPS melakukan sensus kependudukan 10 tahun sekali, sehingga data kependudukan tersebut saat digunakan sebagai bahan penyusunan DP4 keadaannya sudah berubah, untuk mengantisipasi hal itu, BPS melalui Pemda setempat yaitu dinas kependudukan dan catatan sipil setiap tahun mestinya melakukan up date data kependudukan.
2.Ir. Suharmanto (Kepala Bappeda)
Pemda akan melakukan saving anggaran pemilukada mulai tahun anggaran 2012 sebesar 10 milyar, dan tahun anggaran 2013 sejumlah 2013, sehingga KPU Kab. Tegal tidak usah khawatir, anggaran untuk pelaksanaan Pemilukada akan dapat tercukupi.


Slawi, 12 April 2010

Akhmad Fauzi
Peserta Seminar Mewakili Ketua KPU Kab. Tegal

Kamis, 15 April 2010

WACANA SISTEM E-VOTING DALAM PEMILU Antara Kemajuan dan Beban Oleh: Saepudin

KPU Kab. Tegal

Sistem Pemilu menggunakan elektrinik merupakan terobosan baru yang dilakukan oleh KPU RI walaupun saat ini masih ada dalam penggodogan KPU. Rupa-rupanya system ini sudah dilakukan oleh-beberapa Negara maju seperti Amerika. Kemudian dapat ditangkap secara cerdas oleh KPU Kabupaten Internasional Jembrana – Bali. Apakah KPU pusat juga menangkap dengad cerdas tentang system E-Voting ini sebagaimana KPU Jembrana, atau justru menindaklanjuti kecerdasan KPU Jembrana sehingga dapat dijadikan reference secara nasional. Mudah-mudahan sebaliknya. (baca Kompas Minggu kedua bulan April 2010)

Wacana kemajuan perubahan system pemilu khususnya pada system E-Voting dapat menekan bugjet Pemilu. Secara otomatis juga akan menekan jumlah TPS maupun institusi penyelenggara di tingkat kecamatan sampai ke tingkat desa, bahkan juga dapat menekan pada jumlah personil penyelenggara. Degan demikian bekonsekwensi pada penekanan anggaran (Bugjet).

Namun akan muncul persoalan baru yang musti dibenahi secara konverhensif yaitu paling tidak ada tihal hal: Pertama, perlu adanya perubahan perundang-undangan yang menyesuaikan pada system baru ini, dan penulis setuju dengan apa yang dilontarkan oleh Penasehat keprisidenan Prof Jimli asyidiki pada sebuah seminar di Jakarta bersama Anggota KPU Endang Sulastri. Jimli menyarankan bahwa perlu adanya pengkodifikasian Undang-undang Pemilu, tidak sebagaimana terjadi beberapa pemilu-pemilu yang lalu bahwa perundang-undangan pemilu berkesan parsial. (kompas tgl 15 April 2010).

Kedua, perlu adanya kesadaran politik masyarakat secara cerdas dan beradab, sehingga proses demokratisasi di tanah air tidak cukup dibeli dengan harga Rp.5000 dan paling mahal Rp.20.000 sebagaimana terjadi pada Pemilu Kada di Kabupaten Kebuman baru-baru ini. Tidaklah mudah untuk merubah paradigma masyarakat dari politik materialis ke politik ideal. Sebab harus juga ada pembenahan di sector lain, separti peningkatan pendidikan politik, peningkatan pendidikan ilmiayah, perundang-undangan yang ideal,

======================================================================================

Rabu, 14 April 2010

MULTI YEARS RENCANA ANGGARAN PEMILU KADA KPU KABUPATEN TEGAL 2013 Oleh: Saepudin

KPU Kab. Tegal:
Dari hasil beberapa rapat kerja bersama KPU Provinsi Jawa Tengah bahwa KPU Kab/Kota yang akan melaksanakan Pemili Kada pada tahun 2011 dan 2013 hendaknya bersiap-siap diri untuk membangun koordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk mengkondisikan anggaran Pemilu Kada secara multi years. Langkah ini ditempuh sebagai Bentuk antisipasi jika keuangan daerah mengalami divisit, disamping tidak menjadikan beban berat Pemerintah Daerah pada saat pelaksanaan Pemilu Kada.

Melalui koordinasi formal maupun informal antara KPU Kabupaten Tegal dengan Pemda Kabupaten Tegal mengahsilkan keputusan bahwa rencana anggaran Pemilu Kada Kabupaten Tegal yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2013, Pemda akan menseving di tahun 2012 sebesar 10 milyar, dan di tahun 2013 sebesar 10 milyar. Jadi total rencana anggaran untuk pemilu kada Kabupaten Tegal sebesar 20 milyar.
Dari jumlah 20 milyar Pemda merencanakan akan dialokasikan untuk KPU, Pengamanan Polri maupun TNI, Panwas Pemilu, Des Pemilu Kada, Kesbangpolinmas. Sedangkan alokasi setiap institusi dimaksud akan diatur kemudian.

Catatan: Jika KPU Kab/Kita tidak adhoc. He….he….he….

=======================================================================================

DILEMA HUKUM PRAKTEK MONEY POLITIK PASCA PEMILU Oleh: Saepudin,

KPU Kab.Tegal
Praktek politik uang (money Politik) kerap terjadi dilakukan oleh peserta Pemilu Legislatif, pemilu Presiden, maupun Pemilu Kada, bahkan hingga Pilkades. Namun pada endingnya menjadi dilema saat dibuktikan di persidangan, apakah ketetapan hukum yang dikeluarkan oleh hakim cukup dibuktikan dengan pengakuan, alat bukti uang-barang, atau yang lainnya, ataukan akan batal demi hukum oleh karena tidak adanya bukti- bukti yang dipilih melelui surat suara? Jika penanganan kasus dilakukan pra pelaksanaan pemungutan suara, maka jelas pelaku akan terkena pasal mony politik, yakni “seseorang yang memberikan dan atau menjanjikan uang, barang atau yang lainnya untuk mengajak dan mempengaruhi agar memilih partai tertentu maka dikenai pasal pidana Pemilu”. Klausul ini pernah terbukti di Kabupaten Tegal pada Pemilu 2004 dimana ada 5 (lima) kasus pelanggaran pemilu, 4 (empat) diantaranya adalah politik uang yang mendapatkan putusan pengadilan Negeri Slawi. Berbeda kondisinya pada pelaksanaan Pemilu 2009, dimana tidak ada satupun kasus politik uang yang diangkat sampai ke Pengadilan, walaupun pada kenyataannya hampir sebagian besar peserta Pemilu melakukannya.

Namun apabila kasus politik uang dilaporkan pasca Pemilu, maka jaksa penuntut umum atau pelapor harus dapat membuktikan secara benar bahwa calon pemilih atau yang dijanjikan uang dan atau barang untuk memlilih partai tertentu dengan pembuktian pada surat suara yang ditandainya. Pertanyaan kemudian; bagaimana untuk mendapatkan dan mengidentifikasi surat suara yang telah ditandainya? Hal ini sangat menyulitkan pelapor untuk menunjukan bukti tersebut.

Pasal pidana Pemilu tentang politik uang mungkin perlu ditinjau kembali bahkan “kurang efektif” pada tataran implementasi. Setidaknya memberikan kesan pada masyarakat bahwa pasal tersebut hanya sebuah terobosan normative yang bersifat flamboyan. Bagaimana tidak, karena aktualisasi hukum pada persoalan ini belum dapat dilakukan secara tegas. Pasal pelanggaran mony politik dituangkan atau tidak ditungkan dalam undang-undang pemilu sama saja belum bisa efektif. Maka apabila tidak menyalahi konstitusi pasal tersebut jika ditiadakan pun tidak akan berefek jauh sebagaimana efek dituangkannya dalam undang-undang pemilu. Toh masyarakat akan lebih selektif dan dapat menilai sesungguhnya siapa dan partai mana yang hendak dipilih sebagai wakil baik di legislative maupun di eksekutif. Sayangnya masyarakat Indonesia belum semuanya menyadari akan demokrasi yang ideal, dan menyadari bahwa perwakilan di tingkat eksekutif maupun di legislative adalah lokomotif yang akan menentukan kemana negeri ini akan dibawa.

Persoalan mony politik tidak an sih disebabkan oleh kondisi social-ekonomi masyarakat saja, akan tetapi juga disebabkan oleh pendidikan politik terutama dari parpol yang belum representative. Buktinya dari pemilu ke pemilu sampai pemilu kada dan pilkades, sebagian masyarakat pada waktu kampanye dan terutama hari H menunggu-nunggu pemberian dari calon dan tim sukses, entah berupa uang maupun barang. Ironisnya, masyarakat tidak bias membedakan mana tim sukses dan mana penyelenggara. Saat di malam hari H penyelenggara monitor logistic di beberapa TPS, justru yang ditanyakan adalah bagi-bagi uang.

Kasus serupa terjadi di Pemilukada Kabupaten Wonosobo, sebagaimana informasi melalui kompas tanggal 12 -14 April 2010, Panwas Wonosobo berhasil mengklarifikasi di atas 10 Kecamatan yang diindikasikan menerima money politik dari salah satu pasangan calon. Namun hasil klarifikasi tersebut akan dilanjutkan ke instansi yang berwenang atau tidak? apakah hanya sebatas klarifikasi tanpa ada kelanjutan proses hukum? Jika lanjut, apa konsekwensi dari pasangan calon yang unggul bila terbukti dipengadilan, akankah menggugurkan hasil pemilu? Apakan dengan karena ratusan ribu rupiah dapat menggugurkan calon terpilih jika dibandingkan dengan milyaran rupiah yang telah dikeluarkan oleh calon?. Tentunya institusi yang berwenag akan hitung-hitungan dalam menentukan kepastian hukumnya. Persoalan lain juga akan muncul pada praktek money politik yang dilakukan oleh pasangan yang tidak jadi. Apa konsekwensi dari pelanggaran tersebut? Apakan ada sangsi yang sebanding dengan pengguguran pansangan calon yang jadi? Ini sebuah dilemma.

Maka jika pasal money politik sekiranya dipandang belum perlu untuk diterapkan dalam undang-undang Pemilu, lebih baik dibanding dalam jangka waktu yang tidak ditetntukan sembari menunggu kondisi bangsa ini memahami secara komperhensif tatanan demokrasi, toh sanggsi moral adalah salah satu jawabannya.

=====================================================================================

Selasa, 13 April 2010

Senin, 05 April 2010

Struktur Organisasi Komisi Pemilihan Umum Kab.Tegel

Struktur organisasi Komisi Pemilihan Umum Kab.Tegal

Ketua : Drs.Sukartono
Anggota : Drs.Ahmad Sayuti
Divisi Sosialisasi, informasi dan Pendidikan Pemilih
Anggota : Akhmad Fauzi,S.Pd
Divisi Pemtakhiran dan pemilih serta penganti antar waktu
Anggota : Saepudin, S.Ag, MA
Divisi Kampanye, Pemungutan dan penghitungan suara
Anggota : Sri Anjarwati,S.Kom
Divisi Logistik, Keuangan dan sumber daya manusia

Sekertaris : Drs.Sujadi
Ka.subag hukum : Mulyanto,SH
Ka.subag TPP & Humas : Sumito,S.AP
Ka.subag Umum : Handy agung pramono,SE
Ka.subag program : Sutomo

Jumat, 02 April 2010

Assalamualaikum wr.wb

kye blog e KPU Kabupaten tegal
njaluk ngapura sing akeh


matur nuwun.....................