Minggu, 25 April 2010

MEMPERKETAT “SELEKSI ALAM” PARTAI POLITIK

oleh : Akhmad Fauzi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa parrtai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, syarat pembentukan partai politik dinilai relatif mudah. Jika dibandingakan dengan tujuan mulia dan luhur dibalik pendirian sebuah partai politik.
Beberapa syarat pendirian partai politik antara lain, didirikan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) warga Negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun, menyertakan 30% (tiga pulu perseratus) keterwakilan perempuan dalam struktur kepengurusan, akta notaries harus memuat AD dan ART serta kepengurusan partai politik tingkat pusat. Syarat pendirian parpol yang dianggap cukup mudah dapat memicu tumbuh suburnya partai politik seperti jamur dimusim hujan. Sehingga berimplikasi terhadap proses penyelenggaraan yang kurang berkualitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, banyaknya peserta pemilu. Karena banyanya peserta pemilu mengakibatkan surat suara membutuhkan kertas yang lebar, waktu pencetakan yang lama hal ini jelas berdampak terhadap anggaran yang membengkak. Kedua, peserta pemilu yang terlalu banyak sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan saat melakukan kampnye.
Satu lagi celah regulasi yang menyebabkan banyaknya parpol adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam pasal 202 disebutkan, Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Jika bangsa ini menginginkan keberadaan parpol yang berkualitas, sudah barang tentu perangkat aturan tentang pembentukan partai politik, serta penentuan ambang batas harus sesegera mungkin untuk dirubah, agar seleksi alam benar-benar dapat melahirkan partai politik yang memiliki semangat juang untuk terus-menerus berpihak kepada kepentingan rakyat.

Slawi, 26 April 2010

Mahalkah sebuah harga demokrasi?

Penulis : Sri Anjarwati

Ada sebuah anggapan atau pendapat bahwa demokrasi itu menjadi harga mati guna mencapai kesejahteraan rakyat. Apakah itu benar ?
Demokrasi dapat dianggap sebagai sebuah harapan dan masa depan cerah karena demokrasi tidak salah tapi mungkin penerapannya yang salah.
Ada banyak hal yang kita bisa baca saat ini sebagai ironi dari demokrasi. Salah satu bahwa ternyata harga demokrasi itu sangat mahal yaitu membutuhkan banyak pengorbanan. Menurut Woodrow Wilson. ” Demokrasi merupakan bentuk Pemerintahan yang sulit ”.
Beberapa bentuk pengorbanan untuk demokrasi antara lain :
1) Pengorbanan Harta
Pada Pemilu 2009 Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) mengajukan anggaran sebesar Rp. 47 – 9 triliun. Dimana jumlah anggaran tersebut hampir mendekati anggaran pendidikan 20% dari APBN. Biaya Pemilu 2009 lebih besar dibandingkan dengan anggaran Pemilu 2004 sebesar 3,7 triliun. Selain itu biaya untuk iklan sebagai pengenalan tokoh tersebut. Sebagai gambaran rata – rata biaya iklan televisi untuk 1 ( satu ) slotnya adalah 100 juta. Itu artinya jika dalam 1 ( satu ) hari iklan seorang tokoh muncul 5 ( lima ) kali di stasiun TV, maka biayanya 500 juta. Itu baru 1 ( satu ) stasiun TV. Bagaimana jika di 4 ( empat ) stasiun TV..?? Belum lagi iklan di Surat Kabar dan Radio. Jika di lihat dari post anggaran untuk penyelenggara pemilu dari semua tingkatan kami menglihat bahwa anggaran tersebut banyak digunakan untuk untuk belanja publik dari pada belanja honorarium.
2) Pengorbanan Waktu
Penyelenggara pemilu membutuhkan waktu 8 bulan untuk semua tahapan dalam pemilu, dari waktu yang sudah disediakan itu penyelenggara pemilu harus berusaha semaksimal mungkin agar semua tahapan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu Waktu untuk persiapan Pemilu dan Kampanye yang begitu lama jelas membuat Pemerintahan terganggu. Waktu 5 tahun yang seharusnya digunakan untuk menjalankan Pemerintahan dan melayani rakyat, justru terkuras untuk menangani Pemilu mendatang. Indonesia mencetak rekor sebagai negara yang paling menyelenggarakan demokrasi procedural. Faktanya jika di hitung sejak reformasi indonesia sudah menyelenggarakan 3 (tiga ) kali pemilu. (kompas 24/6/2008)


3. Pengorbanan tenaga
Yang perlu diperhatikan adalah tenaga yang harus dikorbankan oleh rakyat. Tenaga mereka dibutuhkan untuk menjadi tim sukses, tim kampanye, dalam lingkup yang lebih substansial, demokrasi telah mengorbankan tenaga rakyat untuk kepentingan-kepentingan perusahaan dan pemilik modal.
4. Pengorbanan perasaan
Perasaan rakyat dalam sistem demokrasi seringkali tersakiti baik itu sengaja atau tidak. Mereka selalu diberi harapan dan janji-jani oleh penguasa, para kapitalis dan pemburu kekuasaan, tetapi sering di ingkari.

Semoga dari sedikit uraian ini menjadi bahan renungan dan instropeksi bagi diri kita.

Bimtek Tata kelola keuangan Pemilukada Bagi 17 Kab/Kota tahun 2011 s/d 2013

Penulis:
Sri Anjarwati
Divisi Keuangan dan Personil

Bimtek Tata Kelola Keuangan Pemilukada
Dilaksanakan

Hari : Selasa
Tanggal : 20-4-2010
Tempat : KPU Prov.Jawa Tengah
Nasasumber : 1. Ketua KPU Prov.Jateng
2. Bagian Logistik & Keuangan
Sekertariat KPU Prov.Jateng
3. BPKP Wil. Jawa Tengah
Peserta : 1. 17 Anggota KPU Kab/Kota Divisi
Logistik & Keuangan
2. 17 Sekertaris KPU Kab/Kota


Alasan diadakannya Bimtek
1.Pada saat KPU Kab/Kota akan
mengadakan Pemilu Kada maka KPU akan mendapat Dana Hibah dari PEMDA setempat
sehingga dari DANA hibah yg diberikan diharapkan dpt dibuat Laporan
Pertanggungjawaban yg akan di sampaikan ke BPK.

2.Untuk memberikan pemahaman kepada KPU Kab/Kota tentang penyusunan Laporan sesuai
aturan yg berlaku dan mengantisipasi keterlambatan penyusunan laporan.

ANGGARAN BELANJA PEMILUKADA KAB./KOTA
Dasar Hukum :

1.PERMENDAGRI No. 44 Tahun 2007 ttg Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilu Kepala Daerah dan Wakil & Kepala Daerah Sebagaimana diubah dengan PERMENDAGRI No. 57 Tahun 2009.


PERMASALAHAN ANGGARAN BELANJA PEMILUKADA

 Pemda tidak membentuk dana cadangan;
 Keterbatasan Anggaran;
 Pengesahan Anggaran tdk tepat waktu, mengganggu pencairan.

Aspek Kesuksesan Pemilukada

1. Kepastian Hukum & Regulasi
2. Sosialisasi
3. Kepastian Anggaran & Memaksiamalkan Kepada Peserta Pemilih.

Azas Pengguanaan Anggaran Pemilukada
1. Tepat Mutu
2. Tepat Waktu
3. Efektif
4. Efisien
5. Kepatutan

Komponen Belanja Pemilukada
 Honorarium ;
 Uang lembur ;
 Barang dan Jasa

Sesuai dengan Permendagri No.57 tahun 2009 Pasal 4
Honorarium Ketua dan Anggota KPU Kab/Kota diberikan sepanjang tidak duplikasi dengan uang kehormatan berdasarkan peraturan KPU


Komponen Perencanaan Belanja Pemilukada
 Asumsi Jumlah Pemilih
 Perkiraan Jumlah TPS
 Jumlah Personil Penyelenggara
 Tahapan Pemilukada (Persiapan dan Pelaksanaan)
 Daerah Terpencil
 Dinamika regulasi yang berimplikasi pada biaya (verifikasi paslon
perseorangan,debat paslon, pemeriksaan kesehatan, kebijakan sosialisasi,
jasa audit dana kampanye)
Standarisasi Honorarium,Biaya dan Satuan Harga
1. Ditetapkan dengan Keputusan / Peraturan Kepala Daerah

2. Sesuai Biaya / Harga Yang Berlaku Didaerah

3. Apabila tidak masuk dalam Standarisasi Kepala Daerah,segera diusulkan
ke Pemda / Tim Standarisasi Daerah


Pertanggungjawaban
 KPU K/K bertanggungjawab secara fisik dan keuangan terhadap belanja hibah
Pilkada K/K;
 Pertanggungjawaban belanja hibah disampaikan kepada Pemda setelah mendapat
pengesahan Ketua KPU K/K paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
tahapan Pilkada;
 Pemeriksaan atas pertanggungjawaban hibah Pilkada oleh BPK;
 Setelah menerima lap. Hasil audit BPK wajib mempublikasikan kpd masy melalui
media massa.

Komponen Belanja Putaran II
 Honorarium Penyelenggara
 Sosialisasi
 Kampanye
 Pengadaan Barang dan Jasa (Surat suara,formulir, stiker, segel, amplop, spidol)
 Distribusi logistik
 Advokasi hukum

Tugas KPU Kab/Kota

 Bagi KPU Kab/Kota Pemilukada Tahun 2012 dan 2013 berkoordinasi dengan Pemda untuk
menyediakan dana cadangan;
 KPU Kab/Kota agar menyusun perencanaan anggaran secara cermat dengan
memperhatikan asas kepatutan, tepat guna, efisien dan efektif;
 Menyusun pedoman teknis dan melaksanakan bimtek tata kelola belanja Pemilukada
kepada jajaran penyelenggara;
 Dalam hal Pemda mengalami keterbatasan anggaran perhatikan komponen belanja yang
bersifat mutlak, misalnya jumlah TPS, biaya verifikasi, pemutakhiran data
pemilih, logistik, dll;
 Strategi komunikasi publik tentang belanja pemilukada (persentase belanja rutin
dan belanja publik.

Kamis, 22 April 2010

PERSARATAN CACAT MORAL DAN BERPENGGALAMAN DALAM BIROKRASI UNTUK CALON KEPALA DAERAH Sebuah Komentar Oleh : Saepudin, MA

KPU Kab. Tegal
Baru-baru ini muncul perdebatan hangat di kalangan eksekutif, legislative bahkan juga para pengamat politik tentang perlu atau tidaknya persyaratan Cacat Moral untuk calon pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah di dalam Pemilu Kada. Bahwa di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah terdapat klausul yang mengatakan bahwa salah satu syarat calonKpela daerah adalah “Tidak melakukan perbuatan tercela” atau cacat moral. Juga disebutkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2009 sebagai revisi atas UU Nomor 32 tahun 2004.
Ternyata persoalan ini mendapatkan tanggapan yang cukup serius oleh beberapa kalangan. Isu yang terkini bahwa persyaratan Cacat moral bagi calon kepala daerah akan dihapus dengan menggunakan revisi UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Sebahian lagi mempertahankan untuk dituangakan dalam perundangan.
Menurut penulis bahwa moralitas tinggi adalah bagian yang mesti dipunyai oleh pemimpin dalam sebuah Negara. Bagaimanapun juga ketika moralitas pemimpin ada dalam posisi di bawah derajat hewan, maka akan berimplikasi terhadap produk kebijakan yang ditetapkannya. Tentunya Negara tercinta ini yang berbasis agamis dan mistis tidak mau alfa dari dimensi nilai, tidak mungkin bersikap value Free jika tidak mau dikatakan Negara sekuler. Maka nilai-nilai susila dan transenden musti ada kepribadaian bangsa kita.
Maka apabila clausul tentang “catat moral” bagi calon kpeala daerah akan dipertahankan di dalam perundangan Pemilu Kada, yang perlu ditajamkan kembali adalah batasan-batasan cacat moral itu sendiri. Apakah yang disebut cacat moral juga diterapkan kepada pelaku moral kelas ringan seperti pernah “mencaci orang”. Manusia tidak akan lepas dari kealfaan dan kesalahan walaupun sedikit, atau apanyang kerap disebut dengan istilan “manusiawi. Akan tetapi batasan “cacat moral dalam kontek Pemili Kada harus ada batasan yang kongkrit. Misalnya bahwa calon yang pernah atau sedang terkena kasus hokum dengan delik tuitututan 15 tahun penjara tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Isu lain yang juga mengundang kontroversi adalah sebagaimana disamapaikan oleg Gamawan Fauzi (Mendagri), bahwa syarat calon kepala daerah adalah “seseorang yang pernah berpengalaman di pemerintahan”. Jika ditilik secara proporsional memang sangat representative untuk lajunya proses good govermrnt dan Good Governent, dalam menciptakan pemerintahan yang berwibawa dan tata kerja pemerintahan yang baik. Akan tetapi bila dilihat dari sudut konstitusi, makan berkesan menghilangkan ruang pluang bagi masyarakat umum dan para politisi untuk menuju kearah pencalonan. Wajar jika salah satu badan riset, lingkar Madani berkomentar agar keras, (Kompas Kamis 22 April 2010.)
Dalam hal ini penulis akan mengusulkan kepada para pembuat kebijakan, agar meninjau terminology “Berpengalaman di bidang Pemerintahan” apakan yang dimaksud pemerintahan adalah unsure eksekutif pemerintahan yang banyak dikenal masyarakat, ataukan ada interpretasi laian tentang “eksekutif”? Kereta aja kelas eksekutifnya beda-beda kok…..

=========================================================================================

Minggu, 18 April 2010

SOSIALISASI DAN SEMINAR SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh : Akhmad Fauzi

Hari, tanggal : Selasa, 6 April 2010
Tempat : Kantor Bappeda Lt. II Kab. Tegal
Pembicara : 1. Kepala BPS Kab. Tegal (Wili)
2. Prof.Dr. Trijaka Kartana, M.Si (Rektor UPS Tegal)
3. Ir. Suharmanto (Kepala Bappeda)
Peserta Seminar : Camat, tokoh masyarakat, ormas, OKP, KPU, Kepala Dinas
Jumlah Peserta : 80 orang.
Tema : Sensus Penduduk dan Pembangunan Daerah


Kepala BPS Kab. Tegal (Wili)

Sensus penduduk 2010 (SP2010)
Undang-undang nomor 16 Tahun 1997 tentang statistic, mengamanatkan kepada BPS untuk melaksanakan sensus penduduk, sensusu pertanian, dan sensus ekonomi. Diantara dua sensus juga dilaksankan berbagai Bentuk survey seperti, antara laian; Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei Pertanian, Survei Perikanan, Peternakan, Survei Perdagangan, Jasa, Pertambangan, Survei Air Minum, dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SuSeNas). Sensusu Penduduk 2010 akan dilaksanakan pada bulan Mei 2010 (1-31 Mei 2010).

Substansi, Urgensi, dan manfaat SP2010

•Konsep penduduk menggunakan pendekatan de facto dalam arti bahwa penduduk suatu wilayah didefinisikan sebagai orang yang secara factual biasa tinggal di wilayah itu.
•Pencatatan penduduk dilakukan secara aktif, yaitu petugas pendata mendatangi penduduk dari rumah ke rumah (door to door).

Urgensi SP2010 antara lain :
Tidak tergantikan dengan kegiatan statristik lainnya
•SP2010 dilakukan untuk menuju perencanaan pembangunan manusia yang realistis, terukur, terarah, cerdas, dan berkesinambungan.
•SP2010 memberikan gambaran kehidupan terkait besaran dan dinamika penduduk serta kemajemukan bangsa.
•Memotret masyarakat Indonesia secara utuh.
•SP2010 mendata seluruh penduduk Indonesia tanpa terkecuali
•SP2010 memotret dinamika dan mobilitas penduduk Indonesia
•SP2010 memotret kemajemukan masyarakat Indonesia

Manfaat SP2010 antara lain :
•SP2010 menghasilkan data yang digunakan untuk mendukung perencanaan dan evaluasi pembangunan yang berkualitas.
•SP2010 menghasilkan data kependudukan yang komprehensif dan menyeluruh.
•SP2010 menghasilkan data yang diperlukan sebagai titik tolak untuk menetapkan target pembangunan selanjutnya.

Prof.Dr. Trijaka Kartana, M.Si (Rektor UPS Tegal)
1.Sensus penduduk dapat memberikan informasi kepada pembuat kebijakan dalam rangka membuat perencanaan pembangunan.
2.Sensus penduduk yang akurat dapat memberikan referensi tentang skala perioritas pembangunan.
3.Kesalahan kebijakan pembangunan dapat ditimbulkan oleh ketidakakuratan data sensus penduduk.

Ir. Suharmanto (Kepala Bappeda)
Perencanaan
Proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya.

Pembangunan Daerah
Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.

Perencanaan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, meliputi ;
•Penyelenggaraan pemerintahan daerah;
•Organisasi dan tata laksana pemerintah daerah;
•Kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;
•Keuangan daerah;
•Potensi sumber daya daerah;
•Produk hukum daerah;
•Kependudukan;
•Informasi dasar kewilayahan; dan
•Informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pertanyaan dari KPU Kab. Tegal
1. KPU Kab/kota selaku pengguna akhir data kependudukan yang dimutakhirkan sebagai data pemilih mengalami kesulitan, sebab banyak data kependudukan yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIM), maupun by addres yang tidak jelas.
2. Terkait anggaran pemilukada tahun 2013 di kabupaten Tegal, mohon agar pemda melakukan saving anggaran, untuk 3 kali tahun anggaran, sehingga pada saat pelaksanaan pemilukada, pemda tidak akan mengalami kesulitan dalam pencukupan anggaran dimaksud.

Jawaban :

1.Willy (Kepala BPS)
BPS melakukan sensus kependudukan 10 tahun sekali, sehingga data kependudukan tersebut saat digunakan sebagai bahan penyusunan DP4 keadaannya sudah berubah, untuk mengantisipasi hal itu, BPS melalui Pemda setempat yaitu dinas kependudukan dan catatan sipil setiap tahun mestinya melakukan up date data kependudukan.
2.Ir. Suharmanto (Kepala Bappeda)
Pemda akan melakukan saving anggaran pemilukada mulai tahun anggaran 2012 sebesar 10 milyar, dan tahun anggaran 2013 sejumlah 2013, sehingga KPU Kab. Tegal tidak usah khawatir, anggaran untuk pelaksanaan Pemilukada akan dapat tercukupi.


Slawi, 12 April 2010

Akhmad Fauzi
Peserta Seminar Mewakili Ketua KPU Kab. Tegal

Kamis, 15 April 2010

WACANA SISTEM E-VOTING DALAM PEMILU Antara Kemajuan dan Beban Oleh: Saepudin

KPU Kab. Tegal

Sistem Pemilu menggunakan elektrinik merupakan terobosan baru yang dilakukan oleh KPU RI walaupun saat ini masih ada dalam penggodogan KPU. Rupa-rupanya system ini sudah dilakukan oleh-beberapa Negara maju seperti Amerika. Kemudian dapat ditangkap secara cerdas oleh KPU Kabupaten Internasional Jembrana – Bali. Apakah KPU pusat juga menangkap dengad cerdas tentang system E-Voting ini sebagaimana KPU Jembrana, atau justru menindaklanjuti kecerdasan KPU Jembrana sehingga dapat dijadikan reference secara nasional. Mudah-mudahan sebaliknya. (baca Kompas Minggu kedua bulan April 2010)

Wacana kemajuan perubahan system pemilu khususnya pada system E-Voting dapat menekan bugjet Pemilu. Secara otomatis juga akan menekan jumlah TPS maupun institusi penyelenggara di tingkat kecamatan sampai ke tingkat desa, bahkan juga dapat menekan pada jumlah personil penyelenggara. Degan demikian bekonsekwensi pada penekanan anggaran (Bugjet).

Namun akan muncul persoalan baru yang musti dibenahi secara konverhensif yaitu paling tidak ada tihal hal: Pertama, perlu adanya perubahan perundang-undangan yang menyesuaikan pada system baru ini, dan penulis setuju dengan apa yang dilontarkan oleh Penasehat keprisidenan Prof Jimli asyidiki pada sebuah seminar di Jakarta bersama Anggota KPU Endang Sulastri. Jimli menyarankan bahwa perlu adanya pengkodifikasian Undang-undang Pemilu, tidak sebagaimana terjadi beberapa pemilu-pemilu yang lalu bahwa perundang-undangan pemilu berkesan parsial. (kompas tgl 15 April 2010).

Kedua, perlu adanya kesadaran politik masyarakat secara cerdas dan beradab, sehingga proses demokratisasi di tanah air tidak cukup dibeli dengan harga Rp.5000 dan paling mahal Rp.20.000 sebagaimana terjadi pada Pemilu Kada di Kabupaten Kebuman baru-baru ini. Tidaklah mudah untuk merubah paradigma masyarakat dari politik materialis ke politik ideal. Sebab harus juga ada pembenahan di sector lain, separti peningkatan pendidikan politik, peningkatan pendidikan ilmiayah, perundang-undangan yang ideal,

======================================================================================

Rabu, 14 April 2010

MULTI YEARS RENCANA ANGGARAN PEMILU KADA KPU KABUPATEN TEGAL 2013 Oleh: Saepudin

KPU Kab. Tegal:
Dari hasil beberapa rapat kerja bersama KPU Provinsi Jawa Tengah bahwa KPU Kab/Kota yang akan melaksanakan Pemili Kada pada tahun 2011 dan 2013 hendaknya bersiap-siap diri untuk membangun koordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk mengkondisikan anggaran Pemilu Kada secara multi years. Langkah ini ditempuh sebagai Bentuk antisipasi jika keuangan daerah mengalami divisit, disamping tidak menjadikan beban berat Pemerintah Daerah pada saat pelaksanaan Pemilu Kada.

Melalui koordinasi formal maupun informal antara KPU Kabupaten Tegal dengan Pemda Kabupaten Tegal mengahsilkan keputusan bahwa rencana anggaran Pemilu Kada Kabupaten Tegal yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2013, Pemda akan menseving di tahun 2012 sebesar 10 milyar, dan di tahun 2013 sebesar 10 milyar. Jadi total rencana anggaran untuk pemilu kada Kabupaten Tegal sebesar 20 milyar.
Dari jumlah 20 milyar Pemda merencanakan akan dialokasikan untuk KPU, Pengamanan Polri maupun TNI, Panwas Pemilu, Des Pemilu Kada, Kesbangpolinmas. Sedangkan alokasi setiap institusi dimaksud akan diatur kemudian.

Catatan: Jika KPU Kab/Kita tidak adhoc. He….he….he….

=======================================================================================

DILEMA HUKUM PRAKTEK MONEY POLITIK PASCA PEMILU Oleh: Saepudin,

KPU Kab.Tegal
Praktek politik uang (money Politik) kerap terjadi dilakukan oleh peserta Pemilu Legislatif, pemilu Presiden, maupun Pemilu Kada, bahkan hingga Pilkades. Namun pada endingnya menjadi dilema saat dibuktikan di persidangan, apakah ketetapan hukum yang dikeluarkan oleh hakim cukup dibuktikan dengan pengakuan, alat bukti uang-barang, atau yang lainnya, ataukan akan batal demi hukum oleh karena tidak adanya bukti- bukti yang dipilih melelui surat suara? Jika penanganan kasus dilakukan pra pelaksanaan pemungutan suara, maka jelas pelaku akan terkena pasal mony politik, yakni “seseorang yang memberikan dan atau menjanjikan uang, barang atau yang lainnya untuk mengajak dan mempengaruhi agar memilih partai tertentu maka dikenai pasal pidana Pemilu”. Klausul ini pernah terbukti di Kabupaten Tegal pada Pemilu 2004 dimana ada 5 (lima) kasus pelanggaran pemilu, 4 (empat) diantaranya adalah politik uang yang mendapatkan putusan pengadilan Negeri Slawi. Berbeda kondisinya pada pelaksanaan Pemilu 2009, dimana tidak ada satupun kasus politik uang yang diangkat sampai ke Pengadilan, walaupun pada kenyataannya hampir sebagian besar peserta Pemilu melakukannya.

Namun apabila kasus politik uang dilaporkan pasca Pemilu, maka jaksa penuntut umum atau pelapor harus dapat membuktikan secara benar bahwa calon pemilih atau yang dijanjikan uang dan atau barang untuk memlilih partai tertentu dengan pembuktian pada surat suara yang ditandainya. Pertanyaan kemudian; bagaimana untuk mendapatkan dan mengidentifikasi surat suara yang telah ditandainya? Hal ini sangat menyulitkan pelapor untuk menunjukan bukti tersebut.

Pasal pidana Pemilu tentang politik uang mungkin perlu ditinjau kembali bahkan “kurang efektif” pada tataran implementasi. Setidaknya memberikan kesan pada masyarakat bahwa pasal tersebut hanya sebuah terobosan normative yang bersifat flamboyan. Bagaimana tidak, karena aktualisasi hukum pada persoalan ini belum dapat dilakukan secara tegas. Pasal pelanggaran mony politik dituangkan atau tidak ditungkan dalam undang-undang pemilu sama saja belum bisa efektif. Maka apabila tidak menyalahi konstitusi pasal tersebut jika ditiadakan pun tidak akan berefek jauh sebagaimana efek dituangkannya dalam undang-undang pemilu. Toh masyarakat akan lebih selektif dan dapat menilai sesungguhnya siapa dan partai mana yang hendak dipilih sebagai wakil baik di legislative maupun di eksekutif. Sayangnya masyarakat Indonesia belum semuanya menyadari akan demokrasi yang ideal, dan menyadari bahwa perwakilan di tingkat eksekutif maupun di legislative adalah lokomotif yang akan menentukan kemana negeri ini akan dibawa.

Persoalan mony politik tidak an sih disebabkan oleh kondisi social-ekonomi masyarakat saja, akan tetapi juga disebabkan oleh pendidikan politik terutama dari parpol yang belum representative. Buktinya dari pemilu ke pemilu sampai pemilu kada dan pilkades, sebagian masyarakat pada waktu kampanye dan terutama hari H menunggu-nunggu pemberian dari calon dan tim sukses, entah berupa uang maupun barang. Ironisnya, masyarakat tidak bias membedakan mana tim sukses dan mana penyelenggara. Saat di malam hari H penyelenggara monitor logistic di beberapa TPS, justru yang ditanyakan adalah bagi-bagi uang.

Kasus serupa terjadi di Pemilukada Kabupaten Wonosobo, sebagaimana informasi melalui kompas tanggal 12 -14 April 2010, Panwas Wonosobo berhasil mengklarifikasi di atas 10 Kecamatan yang diindikasikan menerima money politik dari salah satu pasangan calon. Namun hasil klarifikasi tersebut akan dilanjutkan ke instansi yang berwenang atau tidak? apakah hanya sebatas klarifikasi tanpa ada kelanjutan proses hukum? Jika lanjut, apa konsekwensi dari pasangan calon yang unggul bila terbukti dipengadilan, akankah menggugurkan hasil pemilu? Apakan dengan karena ratusan ribu rupiah dapat menggugurkan calon terpilih jika dibandingkan dengan milyaran rupiah yang telah dikeluarkan oleh calon?. Tentunya institusi yang berwenag akan hitung-hitungan dalam menentukan kepastian hukumnya. Persoalan lain juga akan muncul pada praktek money politik yang dilakukan oleh pasangan yang tidak jadi. Apa konsekwensi dari pelanggaran tersebut? Apakan ada sangsi yang sebanding dengan pengguguran pansangan calon yang jadi? Ini sebuah dilemma.

Maka jika pasal money politik sekiranya dipandang belum perlu untuk diterapkan dalam undang-undang Pemilu, lebih baik dibanding dalam jangka waktu yang tidak ditetntukan sembari menunggu kondisi bangsa ini memahami secara komperhensif tatanan demokrasi, toh sanggsi moral adalah salah satu jawabannya.

=====================================================================================

Selasa, 13 April 2010

Senin, 05 April 2010

Struktur Organisasi Komisi Pemilihan Umum Kab.Tegel

Struktur organisasi Komisi Pemilihan Umum Kab.Tegal

Ketua : Drs.Sukartono
Anggota : Drs.Ahmad Sayuti
Divisi Sosialisasi, informasi dan Pendidikan Pemilih
Anggota : Akhmad Fauzi,S.Pd
Divisi Pemtakhiran dan pemilih serta penganti antar waktu
Anggota : Saepudin, S.Ag, MA
Divisi Kampanye, Pemungutan dan penghitungan suara
Anggota : Sri Anjarwati,S.Kom
Divisi Logistik, Keuangan dan sumber daya manusia

Sekertaris : Drs.Sujadi
Ka.subag hukum : Mulyanto,SH
Ka.subag TPP & Humas : Sumito,S.AP
Ka.subag Umum : Handy agung pramono,SE
Ka.subag program : Sutomo

Jumat, 02 April 2010

Assalamualaikum wr.wb

kye blog e KPU Kabupaten tegal
njaluk ngapura sing akeh


matur nuwun.....................